Langsung ke konten utama

Gagal Tembus US$ 100/ton, Harga Batu Bara Konsolidasi Dulu

 Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Semarang, PT KPF - Batu bara termal ICE Newcastle gagal menyentuh level US$ 100/ton pada penutupan perdagangan kemarin, Rabu (19/5) setelah ambles dari posisi tertingginya sepanjang 2021. Ada indikasi bahwa harga akan terkonsolidasi terlebih dahulu sebelum membentuk pola baru. 

Harga kontrak futures (berjangka) batu bara acuan global tersebut turun 0,15% ke US$ 99,4/ton. Harga batu bara masih tertahan di level yang tinggi karena selisih (spread) harga batu bara Newcastle dengan Qinhuangdao (China) masih lebar. 

Spread masih berada di kisaran US$ 50/ton. Artinya harga batu bara masih punya peluang untuk menguat lagi. Penguatan harga batu bara Newcastle juga akan ikut mengerek naik harga batu bara acuan (HBA) domestik. 

Kemungkinan besar HBA untuk bulan Juni sudah akan tembus US$ 90/ton dan menjadi level tertinggi sepanjang tahun ini.

Namun dengan adanya kenaikan inflasi di Negeri Paman Sam, pelaku pasar khawatir bahwa kebijakan moneter akan diketatkan. Apalagi dalam risalah rapat komite pengambil kebijakan The Fed yang dirilis dini hari tadi menunjukkan bahwa para anggota komite mulai akan merencanakan tapering jika ekonomi terus menunjukkan pemulihan.

Langkah yang dipertimbangkan adalah terkait besaran pembelian aset keuangan yang selama ini dilakukan oleh The Fed. Program quantitative easing masih berjalan dan setiap bulannya The Fed akan membeli obligasi pemerintah dan aset keuangan lain senilai US$ 120 miliar. 

Apabila inflasi terus meningkat juga dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang juga terus tergiring ke zona positif maka bukan tidak mungkin tapering atau pengetatan moneter bakal diterapkan lebih awal dari perkiraan. 

Stance hawkish memang ditujukan untuk menahan perekonomian dari fenomena overheat. Namun di sisi lain hal ini akan membatasi ekspansi perekonomian yang tentunya akan berdampak pada permintaan komoditas sebagai bahan bakar maupun bahan baku berbagai produk. 

Harga minyak kemarin drop 3% lebih atau turun US$ 2/barel dalam satu hari. Penurunan harga minyak sebagai bahan bakar fosil juga akan turut berpengaruh terhadap harga batu bara. 

Apalagi konsumen batu bara terbesar seperti India sedang dilanda serangan kedua Covid-19. Harga batu bara sebenarnya bisa ambles kapan saja. Namun ketatnya pasokan China dan harga batu bara domestiknya yang melambung menjadi penahan anjloknya harga si batu hitam.

 

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210520112238-17-246941/gagal-tembus-us--100-ton-harga-batu-bara-konsolidasi-dulu


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cek! Biar Ngerti, Ini 10 Parameter Pemilihan Baterai Listrik

  Indonesia memasuki era baru industri baterai listrik. Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mengumumkan pembentuk Indonesia Battery Corporation (IBC), induk usaha yang dibentuk untuk mengelola industri baterai terintegrasi dari hulu sampai ke hilir di Tanah Air. Apakah Indonesia terlambat? Pasalnya sudah 200 tahun terakhir sudah terjadi perkembangan signifikan baik dari segi riset pengembangan hingga penggunaan baterai untuk keperluan sehari-hari. Pemilihan baterai yang tepat tentu menjadi keputusan yang harus diperhatikan dengan teliti dan didasari oleh anslisis yang dalam dan menyuluruh. Pemilihan bateri tentu saja dipengaruhi oleh berbagai batasan, dari harga material hingga keamanan rantai pasokan. Berikut ini 10 parameter utama yang perlu diperhatikan dalam pemilihan baterai: 1. Spesific Energy Spesific energy adalah total muatan energi yang dapat disimpan di dalam baterai. Semakin banyak energi yang mampu disimpan, tentu ...

SMMA Buka Suara Soal Sinarmas AM Bersalah di Kasus Jiwasraya

  Semarang, Kontak Perkasa Futures - PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) menjamin tidak ada dampak yang dirasakan perusahaan atas keputusan pengadilan terkait PT Sinarmas Asset Management (SAM) di perkara korupsi Jiwasraya. Untuk diketahui, SMMA mengendalikan PT Sinarmas Asset Management (SAM) melalui PT Sinarmas Sekuritas, dengan kepemilikan sebesar 99,98%. Dalam keterbukaan informasi yang dikutip Selasa (5/4/2022), SMMA menyebut operasional bisnis dan aset yang dikelola perusahaan tidak terdampak putusan pengadilan. Aktivitas transaksi reksa dana yang dilakukan SAM dipastikan tetap berjalan normal. "SAM dan kami menghormati putusan tersebut dan berterima kasih atas aparat penegak hukum yang telah memproses perkara dimaksud sampai saat ini," tulis perusahaan. Perseroan juga menanggapi putusan denda Rp 1 miliar yang diberikan pengadilan terhadap perusahaan pengelola aset tersebut. SMMA menyebut SAM akan tunduk pada keputusan tersebut jika sudah berkekuatan huku...

Top! Begini Strategi Ekspansi BRMS di Produksi Emas

  Semarang, PT KPF - Anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) gencar melakukan ekspansi pengeboran dan pembangunan pabrik demi mencapai target pengolahan 8.500 ton bijih emas per hari. Direktur & Investor Relations BRMS Herwin Hidayat mengatakan setidaknya ada 3 rencana ekspansi perusahaan yang telah dimulai pada tahun lalu. Ekspansi ini dilakukan melalui anak usaha perseroan, yakni PT Citra Palu Minerals. Rencana ekspansi pertama adalah pengeboran 4 prospek emas di Poboya, Palu Selawesi Tengah yang dimulai pada Kuartal II-2021. "Hasilnya segera kita umumkan, yakni pada tahap pertama di November 2021. Targetnya diharapkan kita dapat menemukan tambahan cadangan bijih emas sekitar 5 juta ton dalam bentuk cadangan maupun sumber daya," ujar Herwin dalam sebuah diskusi belum lama ini. Rencana ekspansi selanjutnya adalah adalah pembangunan pabrik pengolahan II dengan kapasitas 4.000 ton perhari. Konstruksi pabrik ini diharapk...